Selasa, 09 November 2010

TENTANG PERUBAHAN

TENTANG PERUBAHAN

Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakekat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschmann dalam Wikipedia, mengatakan bahwa, kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab perubahan. Namun di sisi lain, (Mardikanto, 2010) selaras dengan peradaban manusia, telah terjadi perubahan-perubahan di dalam kehidupan manusia yang apabila ditinjau dari sifatnya, yaitu:
1. Perubahan alami;
2. Perubahan kondisi lingkungan fisik;
3. Perubahan yang terjadi sebagai akibat ulah atau perilaku manusia di dalam kehidupan sehari-hari.

Dampak globalisasi telah menyebabkan perubahan yang sangat cepat dalam berbagai sektor kehidupan, baik sebagai: (1) pribadi, yang antara lain adaptasi, perubahan kebutuhan, orientasi karir, pola konsumsi maupun pola adaptasi, lingkungan; (2) lingkungan keluarga; (3) masyarakat; (4) industri; (5) organisasi; dan bahkan komunitas yang lebih luas lagi yaitu (6) bangsa dan negara.

Menurut Rahardjo (2010), para ilmuwan sosial membedakan perubahan dalam masyarakat menjadi 3 jenis, yaitu:
1. “Perubahan peradaban”, biasanya dikaitkan dengan perubahan unsur-unsur atau aspek yang lebih bersifat fisik, seperti mesin-mesin, pakaian, sarana komunikasi, transportasi, bangunan rumah, dan sebagainya yang berjalan cepat;
2. “Perubahan budaya”, menyangkut aspek rohaniah, seperti keyakinan, nilai-nilai, pengetahuan, dan penghatan seni;
3. Perubahan sosial, menunjuk pada perubahan aspek-aspek hubungan sosial, pranata-pranata masyarakat dan pola perilaku kelompok.

Apabila terkait dengan perubahan sosial, maka menurut Wikipedia dijelaskan bahwa perubahan sosial dapat berupa (1) Perubahan sosial dan (2) perubahan kultur/budaya. Perubahan sosial budaya adalah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Antara manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dilepaskan dengan kebudayaan itu sendiri. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi dalam setiap masyarakat.

Terkait dengan arah perubahan, apabila ditinjau dari perubahan masyarakat dapat dianalisa dari berbagai segi, diantaranya: ke ”arah” mana perubahan dalam masyarakat itu “bergerak” (direction of change), dalam arti perubahan itu bergerak meninggalkan faktor yang diubah. Akan tetapi setelah meninggalkan faktor itu mungkin perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang baru sama sekali, atau bergerak kepada suatu bentuk yang sudah ada di dalam waktu yang lampau.

Menurut Sztompka (1993), ruang lingkup perubahan terkait dengan pemikiran sistem, adalah:
1. Tingkat makro yaitu keseluruhan masyarakat dunia;
2. Tingkat menengah (mezo) yaitu negara bangsa dan kesatuan politik regional atau aliansi militer;
3. Tingkat mikro, yaitu komunitas lokal, asosiasi, perusahaan, keluarga, atau ikatan pertemanan.

Apabila dilihat dari proses perubahan, misalnya perubahan sosial biasanya terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
2. Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial
3. Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.

Menurut Chandra (2010), tahapan yang terjadi dalam menghadapi perubahan, sebagai berikut:
1. Tahap I: menyangkal
Strategi awal yang biasa digunakan orang dalam menghadapi perubahan adalah menyangkal apa yang terjadi, atau menyangkal bahwa hal itu akan berlanjut terus
2. Tahap II: marah dan menolak
Ketika seseorang tidak bisa lagi menyangkal, mereka cenderung pindah ke tahap marah, yang diikuti dengan penolakan secara langsung atau pun tersamar.
3. Tahap III: eksplorasi dan penerimaan
Pada tahap ini orang-orang sudah mulai agak tenang. Mereka berhenti menyangkal, dan meski masih sedikit marah, kemarahan mereka sudah bisa dikesampingkan. Mereka sudah lebih mengerti makna perubahan itu dan lebih bersedia mencari tahu lebih jauh, dan akhirnya menerima perubahan itu. Mereka lebih terbuka dan kini lebih tertarik untuk ikut merencanakan hal-hal sekitar perubahan itu dan ikut berpartisipasi dalam proses tersebut.
4. Tahap IV: komitmen
Tahap terakhir, di mana orang sudah bisa berkomitmen pada perubahan, dan bersedia bekerja untuk menyukseskan perubahan itu. Mereka memahami kenyataannya, dan pada titik ini mereka sudah beradaptasi dan ikut menyukseskan perubahan itu

Menurut Burke dalam Rosyid (2010), hal-hal yang mempengaruhi perubahan (di organisasi) adalah:
1. Sub sistem saling bergantung. Organisasi tanpa memperhatikan ketergantungan terhadapa keseluruhan organisasi, maka hasilnya kemungkinan besar tidak akan optimal
2. Pelatihan sebagai mekanisme perubahan tidak akan berhasil tanpa didukung dukungan mekanisme lainnya. Seperti dinyatakan Burke,”walau pelatihan mampu membawa perubahan individual pada kelompok kecil, namun tidak cukup bukti bahwa upaya-upaya untuk mengubah individu pada akhirnya mampu mengubah organisasi”.
3. Supaya sukses, organisasi mesti membuka sumbat dan mengarahkan energi serta bakat karyawannya. Lantaran mengubah pola norma-norma, sistem imbalan, dan struktur pekerjaan, maka harus dengan pendekatan perspektif organisasional, tidak sekedar perspektif individu dan kelompok.

Menurut Sztompka (1993), bila dipisah-pisah menjadi komponen dan dimensi utamanya, teori sistem secara tak langsung menyatakan kemungkinan perubahan sebagai berikut berikut:
1. Perubahan komposisi (misalnya, migrasi dari satu kelompok ke kelompok lain, menjadi anggota satu kelompok tertentu, pengurangan jumlah penduduk karena kelaparan, demobilisasi gerakan sosial, bubarnya suatu kelompok);
2. Perubahan struktur (misalnya terciptanya ketimpangan, kristalisasi kekuasaan, muculnya ikatan persahabatan, terbentuknya kerjasama atau hubungan kompetitif);
3. Perubahan fungsi (misalnya spesialisasi dan diferensiasi pekerjaan, hancurnya peran ekonomi keluarga, diterimanya peran yang diindoktrinasikan oleh sekolah atau universitas);
4. Perubahan batas (misalnya penggabungan beberapa kelompok, atau satu kelompok oleh kelompok lain, mengendurnya kriteria keanggotaan kelompok dan demokratisasi keanggotaan, dan penaklukan);
5. Perubahan hubungan antarsubsistem (misalnya penguasaan rezim politik atas organisasi ekonomi, pengendalian keluarga, dan keseluruhan kehidupan privat oleh pemerintahan totaliter);
6. Perubahan lingkungan (misalnya kerusakan ekologi, gempa bumi, munculnya wabah atau virus HIV, lenyapnya sistem bipolar internasional).

Terkait pemikiran tentang proses sosial yang melukiskan rentetan perubahan yang saling berkaitan, maka menurut Sztompka (1993), terdapat dua bentuk bentuk khusus proses sosial yaitu:
1. Perkembangan sosial
Melukiskan proses perkembangan potensi yang terkandung dalam sistem sosial, dengan tiga ciri tambahan (i) menuju ke arah tertentu dalam arti keadaan sistem tidak terulang lagi di setiap tingkatan; (ii) keadaan sistem pada waktu berikutnya mencerminkan tingkat lebih tinggi dari semula; (iii) perkembangan ini dipicu oleh kecenderungan yang berasal dari dalam sistem.
2. Peredaran sosial
Proses sosial ini tidak lagi menuju arah tertentu, tetapi juga tidak serampangan dengan ditandai dua ciri, yaitu (i) mengikuti pola edaran: keadaan sistem pada waktu tertentu kemungkinan besar muncul kembali pada waktu mendatang dan merupakan replika dari apa yang telah terjadi di masa lampau; (ii) perulangan ini disebabkan kecenderungan permanen di dalam sistem karena sifatnya berkembang dengan cara bergerak ke sana kemari.

Akibat terjadi perubahan, maka kebutuhan-kebutuhan manusia juga semakin berubah, baik dalam ragam, jumlah, dan bentuk-bentuk kebutuhannya (Mardikanto, 2010), dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Ragam Kebutuhan
a. Pada masyarakat sederhana hanya membutuhkan tiga macam kebutuhan pokok (pangan, sandang, papan);
b. Semakin berkembangnya peradaban kebutuhan berubah bertambah dengan: pendidikan, kesehatan, rekreasi, transportasi, dan lain-lain;
c. Kebutuhan meningkat bukan hanya kebutuhan fisik, tetapi juga kebutuhan non fisik, seperti: spiritual, kebebasan, keadilan, gaya hidup, lain-lain.
2. Jumlah Kebutuhan
a. Kebutuhan pangan yang semula mengutamakan jumlah, ke arah pengurangan jumlah kepada yan lebih mengutamakan mutunya;
b. Kebutuhan pakaian, mengalami perubahan dari yang lebih mengutamakan mutu bahan (kekuatan) daripada jumlahnya dan ke arah keragaan fungsinya (pakaian sehari-hari, pakaian kerja, pakaian pesta, dan lain-lain);
c. Kebutuhan perumahan, yang semula mengutamakan luasan atau volume bangunan ke arah “minimalis” sesuai dengan fungsinya.
3. Bentuk dan kualitas kebutuhan
a. Untuk pangan, akhir-akhir ini terjadi perubahan dalam penyajian dan mutu bahan, seperti pangan vegetarian, fast food, junk food, pangan organik, dan lain-lain;
b. Untuk pakaian, mengalami perubahan rancangan-perubahan rancangan (design, mode) sesuai dengan tempat dan waktu penggunaannya, serta kualitas atau mutu bahan baku yang diperlukan dan cara/teknologi yang diperlukan untuk membuat pakaian tersebut;
c. Untuk perumahan, yang tidak lagi “patuh” terhadap arsitektur tradisional ke arah arsitektur dari negara lain, seperti: Eropa, Mediteran, Jepang, dan lain-lain.

Pada era globalisasi ini, perubahan cenderung cepat sehingga Ronald Higgins dalam The Seventh Enemy (1978), menggambarkan bahwa perubahan yang sangat cepat akan menyebabkan manusia mengalami krisis dalam kehidupannya, diantaranya adalah krisis lingkungan, krisis energi, krisis pangan, dan krisis moral.

Penyuluhan pembangunan/pemberdayaan masyarakat juga merupakan proses perubahan. Menurut Mardikanto (2010), kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk mengubah perilaku penerima manfaat, baik pengetahuannya, sikapnya, atau keterampilan. Dengan demikian, metode yang diterapkan harus mampu merangsang penerima manfaat untuk selalu siap (sikap dan pikiran) dan dengan suka-hati atas kesadaran atau pertimbangan nalarnya sendiri melakukan perubahan-perubahan demi perbaikan mutu hidupnya sendiri, keluarga, dan masyarakatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar